Mhayy Lavigne Sullivan

Monday, June 10, 2013

Menambah Kepercayaan Kita Pada Benda Bertuah

Saya mendapatkan Artikel ini dari www.Wongalus.blogspot.com
Halaman web yang saya percaya dalam masalah spiritual




Banyak kalangan menganggap bahwa bertabarruk mencari berkah, mengharapkannya, dan meyakininya kepada benda mati dianggap musyrik. (berkah (
بَرَكَةٌ / barokah menurut bahasa Arab artinya adalah kebaikan). Banyak yang yakin bahwa perilaku bertabarruk tersebut tidak ada ayat di dalam Al Quran dan tidak ada acuan dalam As Sunah. Keyakinan tersebut biasanya dibenamkan lewat pendidikan agama yang diberikan oleh para ustadz.
Padahal ada ayat al-Qur’an yang menyinggung tentang bolehnya kita ber-tabarruk lewat benda mati.  Surat Yusuf ayat 93 dan 96 adalah acuannya. Diceritakan bahwa ayahnya Nabi Yusuf as. yaitu Nabi Ya’qub as. menderita kebutaan sepeninggal anaknya—yaitu Yusuf ketika masih kecil. Nabi Ya’qub mengalami kebutaan karena menangis siang dan malam meratapi kehilangan anaknya yang paling dicintainya itu sampai beliau matanya mengalami kebutaan. Pendek kata Nabi Yusuf memerintahkan seseorang untuk membawakan baju gamis miliknya itu untuk diberikan kepada ayahnya. Dalam al-Qur’an dituliskan sebagai berikut:
“PERGILAH KAMU DENGAN MEMBAWA BAJU GAMISKU INI, LALU LETAKKANLAH DIA KE WAJAH AYAHKU, NANTI IA AKAN MELIHAT KEMBALI; DAN BAWALAH KELUARGAMU SEMUANYA KEPADAKU” (QS. Yusuf: 93)
“TATKALA TELAH TIBA PEMBAWA KABAR GEMBIRA ITU, MAKA DILETAKKANNYA BAJU GAMIS ITU KE WAJAH YAQUB, LALU KEMBALILAH DIA DAPAT MELIHAT. BERKATA YAQUB: “TIDAKKAH AKU KATAKAN KEPADAMU, BAHWA AKU MENGETAHUI DARI ALLAH APA YANG KAMU TIDAK MENGETAHUINYA”. (QS. Yusuf: 96)
Dengan melihat kedua ayat itu sudah jelaslah bahwa bertabarruk menggunakan benda-benda yang dimiliki oleh orang yang kita cintai apalagi orang itu ialah seorang Nabi atau seorang suci sungguh boleh dan sudah  menjadi sunnah para Nabi.
Kita lihat tadi di ayat yang saya bacakan bahwa ketika Nabi Yaqub meletakkan baju gamis Nabi Yusuf ke wajahnya, maka beliau bisa melihat lagi. Sungguh ajaib benar! Baju yang hanya benda mati; baju yang sama sekali tidak mengandung obat; baju yang biasanya berfungsi untuk menutupi tubuh dan aurat tiba-tiba menjadi obat mujarab bagi orang yang mengalami kebutaan!
Sekali lagi mencari keberkahan dari benda mati yang dimiliki oleh orang tertentu itu bukan merupakan kelakuan atau perbuatan syirik. Mana mungkin para Nabi yang sudah sangat mengenal tauhid tiba-tiba menjadi orang-orang musyrik?
Selain itu banyak hadits yang meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad membolehkan kita bertabarruk kepada benda mati. Selain air wudlu, Nabi Muhammad juga membagi-bagikan rambutnya untuk para sahabatnya hingga mereka bisa ber-tabarruk melalui rambut itu. Seorang sahabat Salman al-Farisi menyelipkan rambut itu di penutup kepalanya sedangkan sahabat yang lain menyimpannya.
Imam Bukhari meriwayatkan  Sa’ab bin Yazid berkata: ’Bibiku membawaku kepada Nabi dan ia berkata: “Keponakan saya dalam keadaan sakit”. Maka setelah itu beliau mengambil air wudlu dan memohonkan berkah untuk saya, dan saya meminum bekas air wudlunya”.
“Ahmad bin Hanbal–pendiri madzhab Hambali–ketika sedang menimba ilmu dari gurunya yaitu Imam Syafi’i, beliau membawa baju gamis milik Imam Syafi’i dan merendamnya di dalam bak mandi. Ia berwudlu dari air itu dan meminum air itu untuk mendapatkan keberkahan.
Kita di Indonesia seringkali membawa air putih atau air mineral kepada seorang kyai yang ilmunya serta kepribadiannya kita kagumi. Kita meminta ustadz itu untuk mendo’akan kita  dan air yang telah diberi do’a itu kita bawa ke rumah. Kita kemudian meminum air itu atau memakai air itu untuk keperluan mandi kita atau wudlu kita. Itu semua contoh yang terjadi pada kaum Muslimin yang mengamalkan praktek tabarruk yang ada dalam Islam sejak dulu kala.
Bahkan ada sejak sebelum lahirnya Rasulullah seperti yang kita lihat tadi dalam al-Qur’an ketika Nabi Ya’qub ber-tabarruk dengan baju gamis anaknya untuk kesembuhan kedua matanya.
MENGUKUR TUAH ’JIMAT’ JANGAN GUNAKAN ILMU PENGETAHUAN
Kita tidak bia mengukur suatu ”tuah” dengan  kacamata ilmu pengetahuan.  Sebagaimana baju gamis nabi Ya’qub atau air wudhu Nabi Muhammad, jelas tidak perlu dikaji dengan ilmu pengetahuan  modern. ”Tuah” sebuah benda bisa jadi adalah cara Tuhan untuk menolong orang-orang miskin yang terpinggirkan. Orang-orang miskin itu tidak memiliki cukup biaya untuk berobat. Ada juga orang-orang kaya yang sudah kehilangan harapan karena dokter-dokter yang mereka kunjungi tidak bisa memberikan solusi yang baik untuk penyakit mereka.
Orang-orang miskin dan orang-orang yang putus asa itu berdo’a siang dan malam agar mereka diberikan kesembuhan. Kita tahu do’a orang-orang miskin tertindas dan orang-orang teraniaya itu sangat mujarab. Dan Allah menjawab do’a-do’a yang dipanjatkan lewat suara-suara serak orang-orang miskin itu dengan mengirimkan tuah.
Oleh karena itu, jangan pernah meremehkan apapun di dunia ini.  Jangan menganggap kecil sebuah petunjuk. Tidak perlu kita mengklaim atau memvonis apa yang diutarakan orang itu sebagai tipu muslihat, sebab dulu Nabi besar Muhammad SAW pun dulu dikecilkan, dilecehkan, disangka penipu, dikira penyihir, dianggap pendusta. Orang-orang yang merasa dirinya pintar mencoba meneliti kandungan tuah dan berkesimpulan bahwa bukan tuah yang bisa menyembuhkan orang karena kandungan kimiawi yang ada pada tuah itu sama saja dengan tuah lainnya.
Kalangan akademisi kerap terjebak dalam kebodohan karena menguji yang metafisik dengan cara dan alat yang fisik. Mereka menguji keajaiban yang tentu saja tidak kasat mata dengan alat uji laboratorium yang hanya mengindera sesuatu yang kasat mata atau indera. Mereka mengira bahwa kandungan kimiawi yang ada di dalam tuah itulah yang menyebabkan kesembuhan dan ketika mereka mengujinya di laboratorium mereka kecewa karena tidak menemukan apa-apa di dalamnya. Tapi kemudian mereka dengan pongah menyebutkan bahwa tuah ajaib itu sama sekali tidak ajaib.
Bisakah mereka menjelaskan kandungan kimiawi apakah yang bisa membuat sebuah tongkat berubah menjadi ular? 
Bisakah mereka menjelaskan obat apa yang ditaburkan oleh Yusuf ke baju gamisnya sehingga baju gamis itu bisa menyembuhkan kebutaan?
Bisakah mereka menjelaskan unsur-unsur kimiawi apa yang membuat tongkat Musa bisa membelah lautan?
Bisakah mereka menjelaskan kandungan ludah Nabi yang bisa menyembuhkan mata Ali yang sedang sakit pada peperangan Khaybar?
 Bisakah mereka menguji keajaiban di bawah lensa obyektif sebuah mikroskop atau sebuah alat spektograf?
Bisakah? Bisakah dan bisakah?
 @@@ Wong Alus

No comments:

Post a Comment